Bebegig Sukamantri beratnya mencapai 70 kg |
Menurut masyarakat Sukamantri, bebegig adalah lambang kemenangan. Konon, pembuatannya terinspirasi wajah Prabu Sampulur, seorang raja yang berhasil menang melawan kejahatan dan meminta imbalan untuk menguasai Jawa. Kemudian, kemenangannya tadi dikenang oleh masyarakat berupa topeng mirip wajahnya. Lalu, apakah benar wajah sang prabu mirip dengan topeng bebegig saat ini? Jika iya, kenapa justru tampil “menyeramkan”? Entahlah.
Tapi yang pasti, sebagian besar seni tradisi Sunda ditujukkan untuk menghargai alam. Lihat saja angklung, rengkong, dan cikeruhan yang ditujukkan sebagai wujud penghormatan terhadap Nyai Sri Pohaci, Dewi Kesuburan. Ini wajar, sebab Tatar Sunda memang terkenal sebagai daerah yang agraris. Jadi, bisa dimengerti mengapa sebagian besar seni tradisinya berhubungan dengan alam.
Begitu pula dengan bebegig. Layaknya karakter bebegig penunggu sawah, fungsi kesenian bebegig, yaitu sebagai penjaga pada prosesi pembersihan alam untuk bercocok tanam. Ini terlansir dari arak-arakan pada upacara memelihara alam yang merupakan tradisi masyarakat Sukamantri. Aneka tanaman yang menghiasi kepalanya sendiri merupakan personifikasi dari isyarat untuk mencintai alam sekitar.
Wisatawan asal Taiwan Berkunjung Ke Padepokan |
Terlepas dari itu semua, dapat disimpulkan bahwa bebegig punya tujuan yang luhur, yaitu mengajarkan pada kita tentang kepedulian menjaga dan melestarikan alam sekitar. Karena penyajiannya sederhana, masyarakat umum pun paham akan makna itu.
Bebegig Sukamantri, saksi bisu sebuah tradisi seni bergotong-royong, kreatif, dan sederhana. Setiap orang dapat memainkan Bebegig Sukamantri, namun tidak seorangpun tahu persis kapan pertama kali seni budaya tradisional Bebegig Sukamantri itu lahir.
No comments:
Post a Comment